Dr. Ichwan Azwardi Luncurkan Buku Baru: Kupas Tuntas ‘Bottle Neck’ Hilirisasi Timah Indonesia

Pangkalpinang,VissionNews.Com- Kegelisahan intelektual dan pengamatan mendalam terhadap dinamika diskusi hilirisasi mineral tambang mendorong Dr. Ichwan Azwardi melahirkan sebuah karya baru yang membahas secara komprehensif persoalan hilirisasi komoditas timah di Indonesia. Buku berjudul “Timah Indonesia: ‘Bottle Neck’ Hilirisasi Industri Pertambangan Komoditas Timah” ini menjadi kontribusi terbarunya dalam dunia pertambangan dan tata kelola industri timah.

Praktisi penambangan timah yang juga menuntaskan pendidikan doktornya di Institut Teknologi Bandung (ITB) tersebut menilai bahwa perdebatan tentang hilirisasi timah selama ini kerap melewatkan persoalan filosofis yang fundamental. Berangkat dari sejumlah seminar, dialog, dan forum lintas profesi yang ia hadiri, Ichwan melihat perlunya sebuah rujukan yang dapat menyatukan persepsi para pemangku kepentingan.

“Saya merasa ada hal-hal filosofis yang menjadi penghambat dalam upaya hilirisasi. Industri umum dan industri pertambangan memiliki karakter yang berbeda. Perbedaan inilah yang sering menjadi rintangan,” ujar pria kelahiran Medan ini.

Dalam bukunya, Ichwan memaparkan dua lanskap besar yang harus dipahami dalam hilirisasi timah: industri pertambangan dan industri pabrik (non-pertambangan). Industri pertambangan menghasilkan produk hilir berupa ingot timah 99,99 persen, yang kemudian menjadi bahan baku berbagai industri pabrik mulai dari solder hingga komponen teknologi tinggi seperti baterai, telepon genggam, dan mobil listrik.

Ia menyoroti kondisi bahwa 95 persen logam timah Indonesia masih diekspor dan hanya 5 persen diserap industri dalam negeri—sebagian besar untuk komoditas solder yang merupakan tingkat hilir terendah. Menurutnya, pemerintah kini telah menunjukkan keseriusan dalam mendorong hilirisasi mineral kritis dan strategis, termasuk timah.

“Kondisi ini menunjukkan bahwa hilirisasi dalam negeri belum ‘bangun’. Untuk meningkatkan serapan dalam negeri, industri hilir harus diciptakan,” katanya.

Ichwan menegaskan bahwa keberhasilan hilirisasi sangat bergantung pada keberlanjutan suplai bahan baku. Tanpa kepastian pasokan dari hulu, industri hilir tidak akan berkembang. Oleh karena itu, perbaikan tata kelola pertambangan—yang saat ini tengah digenjot pemerintah—menjadi kunci utama.

Dalam buku tersebut, ia memetakan sejumlah tantangan mendasar, mulai dari menentukan jenis produk hilir yang akan dikembangkan, merumuskan kebutuhan bahan baku yang tepat, hingga menilai nilai tambah produk hilir dan bahan bakunya untuk menyesuaikan proses dan skala bisnis industri pertambangan.

Salah satu gagasan penting yang diangkat Ichwan adalah pandangannya bahwa cadangan timah bukanlah angka yang bersifat tetap. Menurutnya, cadangan merupakan hasil dari proses bisnis dan engineering yang efisien.

“Semakin efisien proses bisnis perusahaan, semakin besar cadangannya. Sebaliknya, semakin tidak efisien, semakin sedikit yang bisa diklasifikasikan sebagai cadangan,” ujarnya.

Ichwan menekankan bahwa negara maju adalah negara yang menguasai teknologi, dan timah merupakan komponen penting dalam berbagai perangkat strategis mulai dari pertahanan hingga energi ramah lingkungan. Dengan cadangan timah yang dimiliki Indonesia, ia melihat peluang besar untuk memperkuat kedaulatan ekonomi melalui hilirisasi.

Melalui buku ini, Ichwan berharap publik dapat memahami perbedaan karakter fundamental antara industri pertambangan dan industri non-pertambangan agar diskusi tentang hilirisasi tidak hanya berhenti pada tataran normatif.

“Para pihak perlu menyamakan persepsi terlebih dahulu. Buku ini saya tulis agar pembaca dapat melihat hilirisasi timah secara lebih jernih,” tutupnya

Share

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *