Babel,VissionNews.Com- Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel), Elvi Diana, menegaskan kehadirannya dalam mediasi permasalahan antara PT GSL dan karyawan merupakan bentuk tanggung jawab dirinya sebagai wakil rakyat.
“Hari ini memang harus hadir karena ini kan saya sebagai DPRD provinsi perwakilan Bangka Barat,” ucap Elvi usai mediasi, Senin (20/10/2025).
Elvi menjelaskan bahwa masalah utama yang terjadi antara perusahaan dan karyawan adalah persoalan komunikasi dan koordinasi. Ia menekankan pentingnya perusahaan asing memahami karakter dan budaya lokal dalam menjalankan operasionalnya.
“Perusahaan asing memang harus lebih banyak membaca dan memahami. Jadi, karakter lokal itu juga harus dipahami. Sebetulnya ini kan masalah, mereka tinggal diajak bicara,” jelasnya.
Elvi juga meminta Dinas Tenaga Kerja dan Dinas Perkebunan untuk lebih aktif melakukan pengawasan terhadap seluruh perkebunan sawit di Bangka Belitung.
“Dinas Tenaga Kerja kita juga harus memperhatikan, dan saya meminta nanti kepada Dinas Perkebunan juga ini harus sering-sering turun ke semua perkebunan sawit yang ada di seluruh Bangka Belitung,” tegasnya.
Menurut Elvi, kurangnya monitoring, inspeksi, dan peringatan dari dinas terkait menyebabkan hak-hak karyawan sering terabaikan. Ia mengingatkan agar tidak terjadi tindakan sewenang-wenang yang dapat merugikan pekerja.
Terkait penyelesaian konflik, Elvi menyampaikan kabar baik bahwa karyawan yang sebelumnya direncanakan akan dimutasi menjadi pekerja lepas atau harian, kini batal. Manajemen perusahaan juga berkomitmen segera menyelesaikan nasib 11 pekerja lainnya yang belum termasuk dalam keputusan tersebut.
“Saya rasa akan terselesaikan lah. Mungkin mereka juga akan kembali lagi, ini kan hanya masalah waktu dan akan dibantu dikoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan di Kabupaten Bangka Barat,” ujarnya.
Elvi menegaskan bahwa PT GSL tidak boleh bertindak semena-mena terhadap tenaga kerja. Ia mengingatkan bahwa perusahaan asing sangat mudah dikenakan sanksi oleh Pemerintah Indonesia jika terbukti melanggar ketentuan ketenagakerjaan.
Ia juga menekankan bahwa penyelesaian konflik harus mengacu pada Undang-Undang Cipta Kerja terbaru, di mana kelalaian perusahaan terhadap hak pekerja dapat berimplikasi pidana.(ss)