Babel,VissionNews.Com- Setelah melalui serangkaian pertemuan yang penuh dinamika, titik terang akhirnya muncul dalam konflik antara masyarakat Desa Bukit Layang, Kabupaten Bangka, dengan PT Timah terkait aktivitas pertambangan di lahan milik PT Gunung Maras Lestari (GML).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) berhasil memfasilitasi audiensi yang mempertemukan kedua belah pihak dan menghasilkan sejumlah kesepakatan penting yang diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang.
Audiensi yang digelar di Gedung DPRD Babel tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Babel, Didit Srigusjaya, didampingi Wakil Ketua DPRD Eddy Iskandar dan Edi Nasapta, serta dihadiri perwakilan Komisi III dan masyarakat setempat. Suasana pertemuan berlangsung hangat namun tetap tegang, mencerminkan kompleksitas permasalahan yang dihadapi.
Didit Srigusjaya menegaskan bahwa tujuan utama dari audiensi ini adalah mencari solusi terbaik agar aktivitas pertambangan masyarakat di wilayah GML dapat berjalan secara tertib, legal, serta memperhatikan kelestarian lingkungan.
“Kita ingin masyarakat penambang tetap bisa bekerja dan mencari nafkah, namun aktivitas tersebut juga harus sesuai hukum dan tidak merusak lingkungan. Keseimbangan inilah yang harus kita jaga bersama,” ujar Didit, Kamis (30/10/2025).
Setelah melalui pembahasan dan negosiasi panjang, sejumlah kesepakatan penting berhasil dicapai, di antaranya: Penambang timah yang menggunakan teknologi sederhana seperti sebu-sebu dan dompeng diperbolehkan beroperasi di blok-blok tertentu yang telah ditetapkan oleh PT Timah. Kesepakatan ini menjadi angin segar bagi para penambang kecil yang selama ini kesulitan bersaing dengan perusahaan besar, Harga jual timah tetap mengacu pada kesepakatan sebelumnya, yakni Rp300 ribu per kilogram dengan kadar SN 70. “Alhamdulillah, tuntutan masyarakat Bukit Layang dapat dipenuhi oleh PT Timah,” ujar Didit dengan nada lega, Pihak Unit Bangka Utara PT Timah akan segera melakukan pertemuan dengan CV TMR (mitra PT Timah) untuk memastikan harga timah yang dibeli dari masyarakat tidak di bawah kesepakatan awal. DPRD juga menyoroti dugaan monopoli penyediaan alat berat oleh CV TMR dan meminta agar perusahaan tersebut tidak memonopoli serta memberikan harga yang wajar.
“Jangan sampai harga alat berat terlalu mahal, sementara timahnya tidak ada. Ini akan memberatkan masyarakat,” tegas Didit.
Selain itu, masyarakat Bukit Layang berharap agar PT Timah tidak hanya memberikan izin usaha pertambangan (IUP) kepada CV TMR, tetapi juga membuka peluang bagi CV lain untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan pertambangan di wilayah tersebut.
Dalam kesempatan itu, PT Timah juga sepakat untuk memfasilitasi penyediaan air bersih bagi masyarakat penambang. Ketersediaan air bersih menjadi persoalan penting yang selama ini dikeluhkan warga.
Didit memastikan bahwa DPRD Babel akan terus mengawal dan memantau pelaksanaan kesepakatan tersebut.
“Kami meminta semua pihak untuk menjalankan komitmen yang telah dibuat. DPRD akan terus melakukan pemantauan dan evaluasi di lapangan,” ujarnya.
Kesepakatan ini disambut gembira oleh masyarakat Bukit Layang yang berharap agar hasil audiensi dapat segera direalisasikan dan memberikan dampak positif bagi kehidupan mereka. Namun, sejumlah pihak juga mengingatkan bahwa kesepakatan ini baru merupakan langkah awal, dan implementasi nyata di lapangan akan menjadi kunci penyelesaian konflik pertambangan secara permanen.
Konflik pertambangan di Bukit Layang menjadi pelajaran penting bagi semua pihak akan pentingnya dialog, transparansi, dan keadilan dalam pengelolaan sumber daya alam demi terciptanya keseimbangan antara kepentingan ekonomi, sosial, dan lingkungan.









